Selasa, 04 Januari 2011

kenali diri anda sekarang!

ASPEK-ASPEK DIRI atau KEPRIBADIAN :

POTRET DIRI atau CITRA DIRI

  • POTRET DIRI adalah gambaran tentang kelebihan dan kekurangan yang dimiliki diri. Citra diri didapat dari persepsi kita pada tingkah laku kita, pada kejadian-kejadian yang dialami dan reaksi lingkungan terhadap tingkah laku kita.
  • Beberapa cara mengenal diri :
    • mengikuti training, membaca buku, atau merenung (berinstrospeksi).
    • mencari umpan balik atau membicarakannya dengan orang lain.
  • Ada potret diri IDEAL (yang diinginkan-diharapkan) dan potret diri AKTUAL (kenyataan). Perbedaan yang terlalu jauh antar keduanya memunculkan perasaan tidak aman-tidak bahagia.

Berdasarkan pengenalannya, dikenal 4 kategori potret diri, yaitu :

  • bagian dari diri yang saya ketahui dan diketahui oleh orang lain
  • bagian dari diri yang saya tidak ketahui tapi diketahui oleh orang lain
  • bagian dari diri yang saya ketahui tapi tidak diketahui oleh orang lain
  • bagian dari diri yang tidak saya ketahui dan tidak diketahui oleh orang lain

E M O S I :

  • Senang, bangga, murung, terharu, marah, sedih, takut, khawatir, iri, bersalah dan lain-lain
  • Kata sifat yang menggambarkan aspek emosi : hangat, pemarah, pemurung, periang, spontan,peka
  • Emosi yang positif dan negatif dapat digunakan secara konstruktif maupun destruktif.
  • Emosi yang diekspresikan secara kurang terkendali melegakan diri sendiri, tapi merugikan lingkungan, yang pada akhirnya akan merugikan diri sendiri juga.
  • Emosi yang terlalu banyak dipendam akan memunculkan stress yang dapat merugikan diri sen-diri.
  • Orang yang tindakannya banyak didasari oleh emosi disebut emosional, dengan ciri sbb:
    • meledak-ledak
    • mengambil keputusan berdasarkan selera suka-tidak suka atau kasihan.
  • Langkah-langkah dalam mengolah kehidupan emosi :
    • Sadari emosi
    • Kenali gejalanya, identifikasi jenisnya, kenali kekuatannya, cari sebab-sebabnya (dari dalam – luar diri), kenali ungkapannya (ekspresi wajah, kata-kata, nada bicara, sikap tubuh).
    • Kendalikan emosi
    • Terima kenyataan, pertimbangkan, temukan pengungkapan yang tepat :
      • mengapa, kepada siapa, bagaimana, bilamana, di mana
      • menahan, mengalihkan, mengungkapkan
    • Cari umpan baliknya :Sadari dampak dari keputusan dan tindakan, pelajari akibatnya bagi diri dan lingkungan.

R A S I O :

  • pengetahuan, pemikiran, gagasan, wawasan, kemampuan untuk mengendalikan
  • Kata sifat yang menggambarkan aspek ratio : kritis, pandai, kreatif, pelupa
  • Makin dewasa seseorang, aspek rationya makin berkembang dan makin mampu mengendalikan (dalam arti menemukan cara yang tepat untuk mengekspresikan) emosi dan dorongannya.
  • Orang yang tindakannya banyak didasari oleh rasio disebut rasional, dengan ciri sbb. :
    • obyektif – berdasarkan fakta,
    • menggunakan dasar pertimbangan untung-rugi, benar-salah, baik-buruk.
  • Dalam situasi kerja, kita diharapkan bersikap rasional. Kalau sampai emosi terkena, diharap-kan kita dapat menahan dan mengendalikannya.

DORONGAN :

  • Niat, semangat, kemauan, gairah, motivasi
  • Kata sifat yang menggambarkan aspek dorongan : rajin, ulet, tekun, ambisius, tegar, malas, terburu-buru.
  • Dorongan muncul karena ada kebutuhan (primer dan sekunder), sedangkan target, keinginandan harapan adalah pemberi arah terhadap dorongan
  • Orang yang tindakannya banyak didasari oleh dorongan disebut impulsif, dengan ciri sbb. :
    • tidak bisa menunda keinginan
    • sering memaksakan kehendak

KEPERCAYAAN DIRI

  • Perasaan positif terhadap kemampuan dan kekuatan sendiri. Percaya diri tidak sama dengan menyombongkan diri. Banyak orang bersikap sombong untuk menutupi tasa rendah dirinya. Percaya diri berarti menyadari kelebihan diri dan mensyukurinya.
  • Lawan dari rasa percaya diri adalah minder atau rendah diri (merasa diri kecil, tidak berharga, tidak berdaya menghadapi lingkungan, takut salah dalam derajat yang ekstrim, selalu merasa diri kurang dibandingkan dengan orang lain, kurang punya pendirian tetap).
  • Kepercayaan diri terbentuk melalui pengalaman hidup.
  • Kepercayaan diri merupakan modal untuk bekerja secara mandiri, orang yang percaya diri menyadari keinginannya dan berusaha untuk mewujudkannya.

PERAN atau ROLE

  • kumpulan tingkah laku yang ditunjukkan oleh orang dalam posisi tertentu di berbagai lingkungan atau situasi (di keluarga, di tempat kerja, dll). Contoh : seorang laki-laki yang sudah menikah mempunyai peran sebagai suami dan ayah di keluarga, sebagai atasan, rekan kerja atau bawahan di tempat kerja.
  • Tuntutan peran adalah ciri-ciri sifat, tingkah laku yang diharapkan dari suatu peran tertentu. Misalnya: tuntutan dari peran ayah antara lain : membiayai anak, menyediakan waktu untuk anak.
  • Tuntutan dari peran pemimpin antara lain : mengarhkan dan membina bawahan.
  • Tuntutan peran terhadap suatu posisi atau jabatan di dalam organisasi disepakati dalam bentuk JOB DESCRIPTION.
  • Tuntutan peran yang DISADARI seseorang dan yang DIHARAPKAN dari lingkungan, mungkin SAMA, mungkin BERBEDA. Makin kecil perbedaan tuntutan peran yang disadari dan yang diharapkan lingkungan, makin lancar pergaulan, komunikasi dan kerja sama di antara orang-orang tersebut.

SIFAT

ASAL-USUL SIFAT :

  • Keturunan : pembawaan sejak lahir – watak
  • Lingkungan : keluarga, pendidikan, pengalaman
  • Kehendak bebas : kebebasan untuk memilih, memberi arti.

PERUBAHAN SIFAT :

  • Sifat yang sudah terbentuk sekian lama tidak bisa diubah dalam waktu singkat.
  • Sifat yang sulit diubah, bertapa pun kita berusaha, disebut WATAK
  • Kita perlu membedakan sifat mana yang bisa diubah dan mana yang tidak, menerima yang tidak dapat diubah, berani merubah yang memang dapat diubah.


2 tipe manusia

Dilema antara pengetahuan dan pengenalan diri bisa kita lihat salah satu contohnya pada dua tipe manusia, yaitu pemikir dan penulis. Tidak setiap pemikir menjadi penulis (pandai menulis dengan baik, mengalir lancar dan enak dibaca); juga tidak setiap penulis menjadi pemikir (berkemampuan membangun konstruksi pengetahuan yang tertata tertib dan mendalam).

Di kalangan pemikir (baca: intelektual) secara umum terdapat dua tipe yang terkait dengan pengetahuan dan pengenalan diri. Pertama, pemikir yang mengabdikan hidupnya demi pengembangan ilmu itu sendiri, ini terbagi menjadi dua subtipe: mereka yang memang energi minimalnya cocok dengan bidang yang digelutinya dan mereka yang lebih dimotivasi hasratnya semata pada bidang itu.

Untuk subtipe pemikir yang kedua, selain ilmu diperoleh tidak semudah pemikir subtipe pertama, ilmu yang digelutinya pun hanya memperkenalkan dirinya kepada berbagai hasrat dalam dirinya. Pada pemikir subtipe pertama, selain mudah mendalami ilmu yang memang menjadi “energi minimal”nya, ilmu yang dipelajarinya berpotensi mengantarkannya pada pengenalan diri.

Permasalahannya, sering kali mereka lebih antusias mengkaji ilmu yang digandrunginya ketimbang berefleksi ihwal “energi minimal”nya. Misal, kita lebih mudah belajar fisika daripada bahasa (seperti Einstein). Pengenalan dasar “energi minimal” dapat menjadi jalan pembuka pengenalan diri sendiri seperti yang dikemukakan Socrates.

Di sisi lain, ada tipe pemikir yang menyerahkan diri jadi penampung gagasan-gagasan orang lain, menjadikan dirinya sendiri tak ubahnya ensiklopedia berjalan. Tahu banyak hal, tapi hanya sebagai kumpulan kutipan. Dia asyik menggeluti pemikiran orang lain, tapi tak pernah melahirkan pengetahuan (yang seharusnya bisa dilahirkan dari pengenalannya akan diri sendiri).

Di kalangan penulis, secara umum ada satu gejala umum terkait dilema ini, yaitu penulis yang memiliki “energi minimal” dalam mengolah kata-kata, tetapi tidak menjadi pemilik dari pengetahuan yang dituliskannya.

Menulis sudah menyerupai sebuah keterampilan atau kriya baginya. Penulis seperti ini sangat terampil mengolah kepingan informasi menjadi sebuah tulisan yang bagus: entah dari ensiklopedi, kamus, internet, dan sebagainya. Namun, bukan berarti penulis itu menggunakan pengetahuan yang dituliskannya untuk mengenali dirinya.

Penulis seperti ini biasanya lebih asyik mengolah kata-kata, merangkai kalimat, tetapi belum tentu punya kemampuan membangun suatu konstruksi pengetahuan yang integral dan komprehensif. Pengetahuan di kepalanya lebih menyerupai puzzle yang tidak bersesuaian satu sama lain dan mengambang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar