Selasa, 09 Oktober 2012

Musik Keroncong Portugis Indonesia



                 Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.contoh akulturasi : saat Portugis datang menjajah Indonesia.
                   Relasi Internakulturasi biasa kita kenal juga dengan istilah komunikasi budaya. Menurut Stewart komunikasi budaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan. Komunikasi antar budaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi di mana para pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung. (Young Yung Kim, 1984). Komunikasi antar budaya pertama kali diperkenalkan oleh antropolog Edward Hall Istilah antarbudaya pertama kali diperkenalkan oleh Edward T. Hall pada tahun 1959

Sekilas Contoh budaya akulturasi dan relasi internakulturasinya di Indonesia

Musik Keroncong Portugis  

                Siapa sangka musik Keroncong yang kita kenal ternyata bukan musik asli Indonesia. Melainkan kesenian peninggalan masa penjajahan bangsa Portugis. Dalam perkembangannya, sejumlah unsur tradisional asli Nusantara, seperti penggunaan seruling dan beberapa komponen gamelan membuat keroncong menjadi khas Nusantara.

                  Dahulu, dalam sejarahnya, keroncong pertama kali dikenalkan oleh para pelaut asal Portugis di abad ke-16. Keroncong itu merupakan sejenis musik yang dikenal dengan sebutan fado oleh bangsa Portugis. Kini, di Indonesia ada beberapa jenis musik keroncong, salah satunya adalah Keroncong Tugu. Jika Anda orang asli Jakarta, pasti Anda tidak asing lagi dengan nama tersebut. Mungkin tidak ada perbedaan yang signifikan antara musik keroncong Tugu dengan keroncong lainnya, dan mungkin hanya kekhasannya saja yang menjadi perbedaannya.

                 Jika kita berbicara Keroncong tugu, rasa tidak lengkap kalau tidak membahas kampung Tugunya. Kampung Tugu yang diyakini sebagai kampung tertua di Jakarta ini terletak di sisi Timur Kota Jakarta, yakni Jalan Cakung Cilincing, Jakarta Utara. Ceritanya, di Kampung Tugu ini bermukimnya orang-orang keturunan bangsa Portugis (Betawi). Di sinilah kesenian Keroncong (khususnya Tugu) bermula.Tahu kah Anda mengapa kampung ini disebut Kampung Tugu? Karena dahulunya tempat ini telah ditemukan prasasti peninggalan Raja Purnawarman (Kerajaan Tarumanegara) yang seperti Tugu.Namun menurut versi yang lain, asal muasal kata 'Tugu' berasal dari penggalan kata Portugis, yaitu Por-tugu-ese, sebutan untuk orang Portugis yang menempati kampung Tugu.

                        Pada zaman penjajahan Belanda, keroncong sangat digemari dan menjadi primadona. Hingga akhirnya, musik dari Kampung Tugu ini menghipnotis para Noni Belanda. Keroncong Tugu juga diberikan penghormatan untuk mengisi acara-acara pesta bangsa Belanda pada saat itu. Bahkan sebuah Gereja pertama di Kampung Tugu yang dibangun tahun 1678, selalu diiringi musik keroncong dalam setiap acara ritual Gereja. Dan ritual tersebut tetap berlangsung hingga saat ini. Keroncong pun kemudian terus berkembang, dan melahirkan musik keroncong lainnya di berbagai daerah terutama di Jawa. Lagu-lagu Keroncong Tugu yang terkenal adalah 'mauresco' dan 'cafrinyo'.

                        Kini, musik keroncong tak sepopuler dahulu dan bahkan mulai redup. Hal tersebut sejak masuknya gelombang musik rock yang berkembang tahun 1950. Meski demikian, musik keroncong masih memiliki ruang di hati para penggemarnya. Dengan tetap memainkan dan menikmatinya.
 Selanjutnya apakah musik keroncong, khususnya keroncong Tugu, akan bertahan dengan maraknya musik modern? Semua ini kembali lagi kepada kita generasi muda untuk menjaga dan melestarikannya.

Referensi :
http://erabaru.net/sejarah/56-sejarah/17237-kerontjong-tugu-peninggalan-penjajahan-portugis
http://id.wikipedia.org/wiki/Akulturasi

Selasa, 02 Oktober 2012

Proses Pembudayaan dengan kata lain Transmisi Budaya

             Lewin memberikan penjelasan mengenai peranan penting hubungan pribadi dengan lingkungan.  Meksipun terdapat konstruk psikologis individu yang sulit ditembus oleh lingkungan luar, lingkungan masih tetap memiliki kontribusi dalam perkembangan individu.  Dalam teori Medan yang digagas Lewin ini, pribadi tak dapat dipikirkan secara terpisah dari lingkungannya.

          Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan tradisi budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya dan adopsi tradisi budaya oleh orang yang belum mengetahui budaya tersebut sebelumnya. Pewarisan tradisi budaya dikenal sebagai proses enkulturasi sedangkan adopsi tradisi budaya dikenal sebagai proses akulturasi. Kedua proses tersebut berujung pada pembentukan budaya dalam suatu komunitas. Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam keluarga, komunitas budaya suatu suku, atau budaya suatu wilayah.

          Proses pembudayaan enkulturasi dilakukan oleh orang tua atau orang yang dianggap lebih muda. Tata krama, adat istiadat, keterampilan suatu suku/keluarga biasanya diturunkan kepada generasi berikutnya melalui proses enkulturasi. Dalam proses ini, seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil, awalnya dari orang dalam lingkungan keluarga lalu dari teman-teman bermain.
          Sementara itu, proses akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan seseorang yang tidak tahu, diberi tahu dan disadarkan akan keberadaan suatu budaya, dan kemudian orang tersebut mengadopsi budaya tersebut; misalnya seseorang yang baru pindah ke tempat baru, maka ia akan mempelajari bahasa, budaya, dan kebiasaan dari masyarakat ditempat baru tersebut, lalu ia akan berbahasa dan berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana masyarakat itu. Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pendidikan juga dipandang sebagai alat untuk perubahan budaya. Proses pembelajaran di sekolah merupakan proses pembudayaan yang formal (proses akulturasi). Proses akulturasi bukan semata-mata transmisi budaya dan adopsi budaya tetapi juga perubahan budaya. Sebagaimana diketahui, pendidikan menyebabkan terjadinya beragam perubahan dalam bidang sosial, budaya, ekonomi. politik, dan agama. Namun, pada saat yang bersamaan, pendidikan juga merupakan alat untuk konservasi budaya-transmisi, adopsi, dan pelestarian budaya. Mengingat besarnya peran pendidikan dalam proses akulturasi maka pendidikan menjadi sarana utama pengenalan budaya baru yang kemudian akan diadopsi oleh sekelompok siswa dan kemudian dikembangkan serta dilestarikan. Budaya baru tersebut sangat beragam, mulai dari budaya yang dibawa oleh masing-masing peserta didik dan masing-masing bidang ilmu yang berasal bukan dari budaya setempat, budaya guru yang mengajar, budaya sekolah, dan Keluarga.